Hukum Menerima Petaruh / Barang Titipan (Kitab Mu'amalat Bagian 37)
1. Sunnah, bagi orang yang percaya kepada dirinya bahwa dia sanggup menjaga barang titipan (petaruh) yang diserahkan kepadanya. Memang menerima barang titipan adalah sebagian dari tolong-menolong yang diingini oleh agama Islam. Hukum ini sunnah apabila ada orang lain dapat dipetaruhi, tetapi kalau tidak ada yang lain hanya dia sendiri, ketika itu wajib atasnya menerima petaruh yang dikemukakan kepadanya.
2. Haram. Apabila dia tidak kuasa atau tidak sanggup menjaganya sebagaimana mestinya karena seolah-olah ia membukakan pintu untuk kerusakan atau lenyapnya barang yang dititipkan itu.
3. Makruh. Terhadap orang yang dapat menjaganya tetapi ia tidak percaya kepada dirinya, boleh jadi di kemudian hal itu akan menyebabkan dia khianat terhadap barang yang dititipkan kepadanya.
Rukunnya :
1. Barang yang dipertaruhkan (dititipkan).
Syaratnya keadaan barang, sah dimiliki.
2. Yang berpetaruh (Orang yang menitipkan) dan Yang Menerima Petaruh (Orang yang menerima titipan).
Syarat keduanya seperti keadaan wakil dan yang berwakil, tiap-tiap orang yang sah berwakil atau menjadi wakil, sah pula menerima petaruh atau berpetaruh.
3. Lafaz.
Seperti: "Saya pertaruhkan barang ini kepada engkau". Jawabnya: "Saya terima petaruhmu". Atas kata yang sah tidak disyaratkan adanya lafaz qabul, tetapi cukup dengan perbuatan (menerima barang yang dipertaruhkan). Hadits aqad Wadi'ah, dengan mati salah seorang dari yang berpetaruh, atau yang menerima petaruh, begitu juga disebabkan karena gila salah seorang atau minta berhenti.
Aqad petaruh adalah aqad percaya mempercayai, oleh karena demikian yang menerima petaruh tidak mengganti apabila barang yang dipetaruhkan hilang atau rusak. Kecuali apabila rusak dengan sebab keteledoran atau kurang penjagaan, berarti tidak dijaga menurut sebagaimana mestinya.
Peringatan
Bila seseorang yang menyimpan petaruh, sudah begitu lama sehingga ia tidak tahu lagi dimana atau siapa yang mempunyainya dan dia sudah pula berusaha mencari dengan secukupnya, namun tidak juga didapatnya keterangan yang jelas, maka barang itu boleh dipergunakan untuk kepentingan umat Islam dengan mendahulukan yang lebih penting dari yang penting.
Tag :
fiqih,
kitab mu'amalat
0 Komentar untuk "Hukum Menerima Petaruh / Barang Titipan (Kitab Mu'amalat Bagian 37)"
Silahkan Beri Komentar Pada Setiap Postingan Disini Karena Komentar Anda Sangat Berarti Demi Kepentingan Bersama dan Blog ini Tapi Alangkah Baik dan Indahnya Jika Berkomentar Dengan Adab dan Sopan Santun. Jika artikel ini bermanfaat, mohon bantu di share ya dan tolong bantu klik iklannya.
"Please, Don't SPAM"