Beberapa Rukun Jual Beli (Kitab Mu'amalat Bagian 2)
1. Penjual dan Pembeli.
Syarat keduanya:
a. Berakal, agar dia tidak terkecoh. Orang yang gila tidak sah jual belinya.
b. Dengan kehendaknya sendiri (bukan dipaksa).
c. Keadaannya tidak mubazir (boros) karena harta orang yang mubazir itu di tangan walinya.
Firman Allah SWT:
"Jangan kamu serahkan harta orang-orang yang bodoh itu kepadanya, yang mana Allah menjadikan kamu pemeliharanya, berilah mereka belanja dari hartanya itu (yang ada di tangan kamu. QS.An Nisa:5".
d. Baligh (sampai berumur 15 tahun). Anak kecil tidak sah jual belinya, adapun anak-anak yang sudah mengerti tetapi belum sampai umur dewasa, menurut pendapat setengah ulama bahwa mereka dibolehkan berjual beli barang yang kecil-kecil karena kalau tidak dibolehkan sudah tentu menjadi kesulitan dan kesukaran sedangkan agama Islam sekali-kali tidak akan mengadakan aturan yang mendatangkan kesulitan.
2. Uang dan Benda Yang Dibeli.
Syarat keduanya:
a. Suci, najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibeli seperti kulit mayat yang belum disamak.
Sabda Rasulullah SAW:
"Dari Jabir, berkata Rasulullah SAW: Sesungguhnya Allah dan RasulNya telah mengharamkan menjual arak dan bangkai, begitu juga babi dan berhala. Pendengar bertanya: Bagaimana gemuk bangkai, ya Rasulullah, sebab gemuk itu berguna buat cat perahu dan buat minyak kulit dan minyak lampu? Jawab beliau: Tidak boleh, semua itu haram, celakalah orang Yahudi tatkala mengharamkan Allah akan gemuk bangkai, mereka hancurkan gemuk itu sampai menjadi minyak, kemudian mereka jual minyaknya, lalu mereka makan uangnya. HR.Bukhari dan Muslim".
b. Ada manfaatnya, tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya.
Firman Allah SWT:
"Sesungguhnya orang-orang yang menyia-nyiakan harta (pemboros) itu seperti keadaan syeitha. QS.Al Isra:27".
c. Keadaan barang itu dapat diserah terimakan. Tidak sah menjual sesuatu barang yang tidak dapat diserahkan kepada yang membeli. Sebab semua itu mengandung tipu daya.
Sabda Rasulullah SAW:
"Dari Abu Hurairah, kata beliau: Telah melarang Rasulullah SAW akan memperjual-belikan barang yang mengandung tipu daya. HR.Muslim dan lain-lain.
d. Barang yang dijual harus kepunyaan sendiri atau kepunyaan yang diwakilinya atau yang menguasakan.
Sabda Rasulullah SAW:
"Tidak sah jual beli melainkan pada barang yang dimiliki. HR.Abu Daud dan Tirmidzi".
e. Barang yang dijual diketahui oleh si penjual dan si pembeli, baik zat, bentuk, ukuran dan sifat-sifatnya sehingga tidak akan terjadi kesalahfahaman antara keduanya. Keterangan hadits dari Abu Hurairah ditas. Yang wajib diketahui zatnya: Kalau barang itu tertentu, kadarnya, umpama timbangannya. Kalau barang itu bercampur dengan yang lain, umpanya segantang beras atau sekilo gula, cukup melihat sebagian barang asal yang lainnya sama dengan contoh yang dilihatnya itu; pun cukup melihat kulitnya kalau sekiranya dipecah kulit itu bakal rusak seumpama tempurung. Kata Ibnu Qaiyim: "Sesungguhnya orang yang ahli dapat mengetahui barang yang di dalam tanah dengan melihat yang diatasnya, maka jika tidak boleh dijual barang di dalam tanah, sudah tentu akan melambatkan pekerjaan yang tidak semestinya".
3. Lafaz (Kalimat Ijab dan Qabul)
Ijab, perkataan penjual, umpamanya: Saya jual barang ini sekian.
Qabul, kata si pembeli, umpamanya: Saya terima (saya beli) dengan harga sekian.
Sabda Rasulullah SAW:
"Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka. HR.Ibnu Hibban".
Sedang suka sama suka itu, tidak dapat terang diketahui melainkan dengan perkataan yang menunjukkan akan suka seseorang dengan seseorang, karena suka itu, dalam hati masing-masing. Ini pendapat kebanyakan ulama. Tetapi Nawawi, Mutawali, Baghawi dan beberapa ulama yang lain, berpendapat bahwa lafaz itu tidak menjadi rukun, hanya menurut adat kebiasaan saja, apabila adat telah berlaku yang seperti itu sudah dipandang jual beli, itu saja sudah cukup karena tidak ada suatu dalil yang terang untuk mewajibkan lafaz.
Menurut ulama yang mewajibkan lafaz diwajibkan keadaan lafaz itu memenuhi beberapa syarat:
a. Keadaan Ijab dan Qabul berhubungan.
b. Hendaklah sepakat (sama) makna keduanya walaupun lafaz keduanya berlainan.
c. Keadaan keduanya tidak bersangkut paut dengan urusan yang lain, seperti katanya: "Kalau saya jadi pergi, saya jual barang ini sekian".
d. Tidak berwaktu, sebab jika jual beli ada waktu misalnya setahun atau sebulan, jual beli itu tidak sah.
Apabila kurang rukun atau syarat jual beli tidak dianggap sah. Dibawah ini akan kita bahas beberapa contoh jual beli yang tidak sah karena kurang rukun atau syaratnya:
1. Biasa berlaku di negeri kita ini mencampurkan antara hewan betina dengan yang jantan, percampuran itu dengan harga yang tertentu untuk sekali campur, jadi berarti menjual air mani jantan. Ini tidak sah menurut cara jual beli, karena tidak maklum kadarnya, pun tidak dapat diserahkan.
Sabda Rasulullah SAW:
"Dari Jabir, Sesungguhnya Nabi besar SAW telah melarang menjual air jantan. HR.Muslim dan Nasai".
Akan tetapi dengan jalan dipersewakan dalam masa yang tertentu, menurut mazhab Syafi'i dan Hambali, tidak ada halangan. Adapun dengan jalan meminjam maka sepakat ulama, tidak ada halangan malahan dianjurkan oleh syara'.
Sabda Rasulullah SAW:
"Dari Abu Kabsyah, telah berkata Nabi SAW: Barangsiapa mencampurkan hewan jantan dengan betina kemudian dengan percampuran itu mendapat anak, adalah baginya ganjaran sebanyak 70 hewan. HR.Ibnu Hibban".
2. Menjual suatu barang yang baru dibeli sebelum diterimanya. Ini juga dilarang karena miliknya belum sempurna; tandanya sesuatu yang baru dibeli dan belum diterimanya, barang itu masih dalam tanggungan si penjual, berarti kalau barang itu hilang si penjual harus menggantinya.
Sabda Rasulullah SAW:
"Janganlah engkau jual sesuatu yang engkau beli sebelum engkau terima. HR.Ahmad dan Baihaqi".
3. Menjual buah-buahan sebelum waktunya pantas dimakan (dipetik), sebab dilarang karena buah-buahan yang masih kecil sering rusak atau busuk sebelum matang. Hal ini mungkin merugikan si pembeli dan si penjual pun mengambil harganya dengan tidak ada tukarnya (tidak boleh dikembalikan).
Sabda Rasulullah SAW:
"Dari Ibnu Umar: Telarang melarang Nabi SAW menjual buah-buahan sehingga nyata patutnya (pantas diambil). HR.Sepakat Ahli Hadits".
Tag :
fiqih,
kitab mu'amalat
0 Komentar untuk "Beberapa Rukun Jual Beli (Kitab Mu'amalat Bagian 2)"
Silahkan Beri Komentar Pada Setiap Postingan Disini Karena Komentar Anda Sangat Berarti Demi Kepentingan Bersama dan Blog ini Tapi Alangkah Baik dan Indahnya Jika Berkomentar Dengan Adab dan Sopan Santun. Jika artikel ini bermanfaat, mohon bantu di share ya dan tolong bantu klik iklannya.
"Please, Don't SPAM"